Program Penyetaraan Sertifikat berHologram (PPSH) PBI (Persatuan Bekam Indonesia) diadakan tanggal 8 Juli 2018 di Mess SDM Kementrian Pertanian jalan Pertanian 3, Pasar Minggu, Jakarta Selatan dari jam 8 pagi hingga jam 4 sore.
Di antara pengajarnya adalah Ustad Dimas Mulyono, Ustad Juwandi, Ustad Farid, dan Ustad Rochmani Siddiq.
Di antara beberapa perubahan adalah: karena ada beberapa masalah, titik Kaahil (punuk) ditetapkan dilakukan di bawah C7 dan titik Akhdain di belakang leher (2 gelas kanan dan kiri nyaris berdampingan). Tidak dilakukan pas di urat leher karena terlalu beresiko.
Yang berbekam, tidak lagi disebut Pasien, tapi Klien atau Konsumen.
Ada juga peragaan cara membekam yang benar oleh Ustad Dimas Mulyono dengan menggunakan Lancet dan Syartoh (pisau / bisturi)
Yang menarik, saya perhatikan ternyata lebih banyak darah yang keluar oleh Lancet (Kahil). Sementara yang di kiri dengan pisau justru darah yang keluar lebih sedikit. Ini membuktikan bahwa bekam dengan pisau tidak berarti selalu lebih banyak dari jarum.
Di atas gambar yang lebih besar agar jelas. Ini bukan berarti kalau pakai jarum pasti lebih banyak, tapi sekedar bukti bahwa pakai pisau bukan berarti darah yang keluar lebih banyak. Tergantung dengan titik lokasi pada tubuh, kondisi pasien, dan teknik bekam.
Sebagai seorang yang pernah beberapa kali dibekam dengan pisau dan jarum, saya hanya menyampaikan bahwa kepuasan bekam itu didapat jika kondisi pasien bagus (tidak terlalu lapar/kenyang), lokasi titik, teknik bekam, dan sebagainya. Bukan sekedar pakai pisau atau jarum.
Para peserta dijelaskan SOP (Standard Operation Procedure) dari PBI (Persatuan Bekam Indonesia) yang dulu bernama ABI (Asosiasi Bekam Indonesia). Di antaranya penggunaan kantung kuning untuk sampah yang infectious dan juga pembuangan limbah dengan bekerjasama dengan Puskemasmas atau Rumah Sakit. Di antaranya biaya pembuangan sampah bekam ke Puskesmas sebesar Rp 15.000/kg.
Filed under: Bekam |
Tinggalkan Balasan